Dalam konteks etika
pemasaran yang bernuansa Islami, dapat dicari pertimbangan dalam Al-Qur’an.
Al-Qur’an memberikan dua persyaratan dalam proses bisnis yakni persyaratan horizontal
(kemanusiaan) dan persyaratan vertikal (spritual). Surat Al-Baqarah menyebutkan
”Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada yang diragukan didalamnya. Menjadi petunjuk
bagi orang-orang yang bertakwa”. Ayat ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
etika marketing:
1. Allah memberi
jaminan terhadap kebenaran Al-Qur’an, sebagai reability product guarantee.
2. Allah menjelaskan
manfaat Al-Qur’an sebagai produk karyaNya, yakni menjadi hudan (petunjuk).
3. Allah menjelaskan
objek, sasaran, customer, sekaligus target penggunaan kitab suci tersebut,
yakni orang-orang yang bertakwa.
Isyarat diatas sangat
relevan dipedomani dalam melakukan proses marketing, sebab
marketing merupakan
bagian yang sangat penting dan menjadi mesin suatu perusahaan.
Mengambil petunjuk
dari kalimat ”jaminan” yang dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an, maka dalam rangka
penjualan itupun kita harus dapat memberikan jaminan bagi produk yang kita
miliki. Jaminan tersebut mencakup dua aspek:
·
Aspek
material, yakni mutu bahan, mutu pengobatan, dan mutu penyajian.
·
Aspek
non material, mencakup; ke-Halalan, ke-Thaharahan (Higienis), dan ke-Islaman dalam
penyajian.
Bahwa jaminan
terhadap kebaikan makanan itu baru sebagian dari jaminan yang perlu diberikan,
disamping ke-Islaman sebagai proses pengolahan dan penyajian, serta ke-Halalan,
ke-Thaharahan. Jadi totalitas dari keseluruhan pekerjaan dan semua bidang kerja
yang ditangani di dalam dan di luar perusahaan merupakan integritas dari
”jaminan”.
Urutan kedua yang
dijelaskan Allah adalah manfaat dari apa yang dipasarkan. Jika ini dijadikan
dasar dalam upaya marketing, maka yang perlu dilakukan adalah memberikan penjelasan
mengenai manfaat produk (ingridients) atau manfaat proses produksi dijalankan.
Adapun metode yang dapat digunakan petunjuk Allah: ”Beritahukanlah kepadaku
(berdasarkan pengetahuan) jika kamu memang orang-orang yang benar”. (QS:Al-An’am;143).
Ayat tersebut mengajarkan kepada kita bahwa untuk meyakinkan seseorang terhadap
kebaikan yang kita jelaskan haruslah berdasarkan ilmu pengetahuan, data dan
fakta. Jadi dalam menjelaskan manfaat produk, nampaknya peranan data dan fakta
sangat penting, bahkan seringkali data dan fakta jauh lebih berpengaruh
dibanding penjelasan. Sebagaimana orang yang sedang dalam program diet sering
kali memperhatikan komposisi informasi gizi yang terkandung dalam kemasan
makanan yang akan dibelinya.
Ketiga adalah
penjelasan mengenai sasaran atau customer dari produk yang kita miliki. Dalam
hal ini kita dapat menjelaskan bahwa makanan yang halal dan baik (halalan thoyyiban),
yang akan menjadi darah dan daging manusia, akan membuat kita menjadi taat kepada
Allah, sebab konsumsi yang dapat mengantarkan manusia kepada ketakwaan harus memenuhi
tiga unsur :
Materi
yang halal
Proses
pengolahan yang bersih (Higienis)
Penyajian
yang Islami
Dalam proses
pemasaran promosi merupakan bagian penting, promosi adalah upaya menawarkan
barang dagangan kepada calon pembeli. Bagaimana seseorang sebaiknya
mempromosikan barang
dagangannya? Selain sebagai Nabi Rasulullah memberikan teknik sales promotion
yang jitu kepada seorang pedagang. Dalam suatu kesempatan beliau mendapati
seseorang sedang menawarkan barang dagangannya. Dilihatnya ada yang janggal
pada diri orang tersebut. Beliau kemudian memberikan advis kepadanya :
”Rasulullah lewat di
depan sesorang yang sedang menawarkan baju dagangannya. Orang tersebut jangkung
sedang baju yang ditawarkan pendek. Kemudian Rasululllah berkata; ”Duduklah!
Sesungguhnya kamu menawarkan dengan duduk itu lebih mudah
mendatangkan rezeki.”
(Hadits).
Dengan demikian
promosi harus dilakukan dengan cara yang tepat, sehingga menarik
minat calon pembeli.
Faktor tempat dan cara penyajian serta teknik untuk menawarkan produk dilakukan
dengan cara yang menarik. Faktor tempat meliputi desain interior yang serasi
yang serasi, letak barang yang mudah dilihat, teratur, rapi dan sebagainya.
Memperhatikan hadits
Rasulullah diatas sikap seorang penjual juga merupakan faktor yang harus
diperhatikan bagi keberhasilan penjualan. Selain faktor tempat, desain
interior, letak barang dan lain-lain.
Kita bisa mengambil
kesimpulan bahwa dalam Islam posisi pebisnis pada dasarnya adalah profesi yang
terpuji dan mendapat posisi yang tinggi sepanjang ia mengikuti koridor syari’ah.
Muamalah dalam bentuk apapun diperbolehkan sepanjang ia tidak melanggar dalil syar’i.
Islam melarang seorang Muslim melakukan hal yang merugikan dan mengakibatkan kerusakan
bagi orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar